Potongan Tubuh Manusia Dijual di Jepang Lalu Dimakan, Menyeramkan Juga Nih
Benar-benar terjadi potongan tubuh manusia dijual di Jepang lalu dimakan dengan lahapnya. Ternyata potongan-potongan ini hanyalah roti atau kue yang dibuat semirip mungkin dengan apa potongan tubuh manusia, memang kreasi yang sedikit nyeleneh dalam menyajikan makanan ya, kalau tidak boleh dibilang menjijikkan. Mau mencoba biji atau dua biji roti ini?









+copy.jpg)
+copy.jpg)
+copy.jpg)


Seni roti berbentuk potongan tubuh manusia adalah salah satu bentuk art food yang paling mengejutkan dan kontroversial di dunia kuliner modern.
Seni ini menggabungkan teknik pembuatan roti dengan ekspresi artistik ekstrem yang meniru anatomi manusia secara realistis, mulai dari wajah, tangan, hingga bagian tubuh lain seperti kaki atau organ dalam.
Bagi sebagian orang, karya ini dianggap menakjubkan karena detailnya yang luar biasa, sementara bagi yang lain, justru menimbulkan rasa ngeri dan ketidaknyamanan.
Namun di balik tampilannya yang menyeramkan, seni ini menyimpan makna filosofis yang dalam tentang hubungan manusia dengan tubuhnya sendiri, kehidupan, dan kematian.
Salah satu seniman yang terkenal mempopulerkan seni ini adalah Kittiwat Unarrom dari Thailand. Ia dikenal karena menciptakan roti yang tampak seperti potongan tubuh manusia, lengkap dengan warna kulit, luka, dan tekstur yang menyerupai daging asli.
Roti-roti buatannya dijual di galeri seni sekaligus toko roti miliknya di Ratchaburi, dan meskipun terlihat mengerikan, semuanya dapat dimakan seperti roti biasa karena dibuat dari bahan umum seperti tepung, cokelat, dan selai buah.
Kittiwat tidak bermaksud mengejutkan orang semata, melainkan ingin menyampaikan pesan tentang kefanaan tubuh manusia. Ia berpendapat bahwa pada akhirnya, tubuh hanyalah sesuatu yang akan rusak dan hancur, sementara jiwa dan perbuatanlah yang abadi.
Untuk mencapai tingkat realisme yang tinggi, para seniman roti seperti Kittiwat menggunakan teknik melukis dan pemahatan yang sangat detail.
Setelah adonan roti dibentuk menyerupai bagian tubuh, mereka memanggangnya hingga berwarna keemasan, lalu mewarnainya menggunakan campuran gula dan pewarna makanan untuk meniru warna kulit manusia.
Beberapa bahkan menggunakan lapisan gelatin atau sirup agar permukaannya terlihat mengilap seperti daging segar. Hasilnya sangat menakjubkan dan menimbulkan sensasi visual yang kuat, antara rasa ingin tahu dan rasa ngeri.
Seni roti potongan tubuh manusia sering dipamerkan dalam pameran seni kontemporer dan galeri eksperimental. Karya-karya ini memancing diskusi tentang batas antara seni, makanan, dan etika.
Apakah pantas meniru bentuk tubuh manusia untuk konsumsi publik, meskipun hanya dalam bentuk roti? Pertanyaan seperti ini menjadi bahan refleksi menarik di dunia seni.
Sebagian pengamat menilai karya tersebut sebagai bentuk kritik sosial terhadap perilaku konsumtif manusia yang sering kali “memakan” sesamanya secara simbolis. misalnya dalam dunia kompetitif, kekuasaan, atau ketamakan ekonomi.
Selain di Thailand, konsep serupa juga mulai muncul di beberapa negara lain seperti Jepang, Amerika, dan Eropa, di mana seniman kuliner menciptakan kue atau roti berbentuk manusia untuk eksplorasi artistik.
Beberapa bahkan menggunakan tema “zombie” atau “post-mortem art” untuk menonjolkan kesan surealis dan menyeramkan. Namun, tidak sedikit pula yang menentang ide ini karena dianggap tidak menghormati tubuh manusia dan berpotensi menyinggung nilai-nilai budaya atau keagamaan tertentu.
Terlepas dari kontroversinya, seni roti potongan tubuh manusia membuktikan bahwa dunia kuliner tidak hanya soal rasa, tetapi juga media ekspresi emosional dan intelektual.
Ia menunjukkan bahwa bahan sederhana seperti tepung dan gula dapat berubah menjadi sarana untuk mengungkapkan pandangan filosofis tentang hidup dan mati.
Bagi sebagian orang, seni ini adalah pengingat bahwa tubuh hanyalah wadah sementara, sementara bagi senimannya, karya ini adalah cara untuk menantang persepsi kita tentang keindahan, rasa jijik, dan moralitas dalam seni.
Pada akhirnya, seni roti berbentuk potongan tubuh manusia adalah refleksi ekstrem dari kreativitas tanpa batas. Ia menimbulkan reaksi kuat karena memadukan dua hal yang sangat bertolak belakang, makanan yang seharusnya menggugah selera dan visual tubuh manusia yang hancur.
Namun justru di situlah letak kekuatannya: ia membuat orang berhenti, berpikir, dan merasakan sesuatu yang tidak biasa.
Dalam dunia seni modern, keberanian untuk menggugah emosi dan menantang batas persepsi adalah hal yang membuat karya semacam ini begitu berharga dan tak terlupakan.









+copy.jpg)
+copy.jpg)
+copy.jpg)


Seni roti berbentuk potongan tubuh manusia adalah salah satu bentuk art food yang paling mengejutkan dan kontroversial di dunia kuliner modern.
Seni ini menggabungkan teknik pembuatan roti dengan ekspresi artistik ekstrem yang meniru anatomi manusia secara realistis, mulai dari wajah, tangan, hingga bagian tubuh lain seperti kaki atau organ dalam.
Bagi sebagian orang, karya ini dianggap menakjubkan karena detailnya yang luar biasa, sementara bagi yang lain, justru menimbulkan rasa ngeri dan ketidaknyamanan.
Namun di balik tampilannya yang menyeramkan, seni ini menyimpan makna filosofis yang dalam tentang hubungan manusia dengan tubuhnya sendiri, kehidupan, dan kematian.
Salah satu seniman yang terkenal mempopulerkan seni ini adalah Kittiwat Unarrom dari Thailand. Ia dikenal karena menciptakan roti yang tampak seperti potongan tubuh manusia, lengkap dengan warna kulit, luka, dan tekstur yang menyerupai daging asli.
Roti-roti buatannya dijual di galeri seni sekaligus toko roti miliknya di Ratchaburi, dan meskipun terlihat mengerikan, semuanya dapat dimakan seperti roti biasa karena dibuat dari bahan umum seperti tepung, cokelat, dan selai buah.
Kittiwat tidak bermaksud mengejutkan orang semata, melainkan ingin menyampaikan pesan tentang kefanaan tubuh manusia. Ia berpendapat bahwa pada akhirnya, tubuh hanyalah sesuatu yang akan rusak dan hancur, sementara jiwa dan perbuatanlah yang abadi.
Untuk mencapai tingkat realisme yang tinggi, para seniman roti seperti Kittiwat menggunakan teknik melukis dan pemahatan yang sangat detail.
Setelah adonan roti dibentuk menyerupai bagian tubuh, mereka memanggangnya hingga berwarna keemasan, lalu mewarnainya menggunakan campuran gula dan pewarna makanan untuk meniru warna kulit manusia.
Beberapa bahkan menggunakan lapisan gelatin atau sirup agar permukaannya terlihat mengilap seperti daging segar. Hasilnya sangat menakjubkan dan menimbulkan sensasi visual yang kuat, antara rasa ingin tahu dan rasa ngeri.
Seni roti potongan tubuh manusia sering dipamerkan dalam pameran seni kontemporer dan galeri eksperimental. Karya-karya ini memancing diskusi tentang batas antara seni, makanan, dan etika.
Apakah pantas meniru bentuk tubuh manusia untuk konsumsi publik, meskipun hanya dalam bentuk roti? Pertanyaan seperti ini menjadi bahan refleksi menarik di dunia seni.
Sebagian pengamat menilai karya tersebut sebagai bentuk kritik sosial terhadap perilaku konsumtif manusia yang sering kali “memakan” sesamanya secara simbolis. misalnya dalam dunia kompetitif, kekuasaan, atau ketamakan ekonomi.
Selain di Thailand, konsep serupa juga mulai muncul di beberapa negara lain seperti Jepang, Amerika, dan Eropa, di mana seniman kuliner menciptakan kue atau roti berbentuk manusia untuk eksplorasi artistik.
Beberapa bahkan menggunakan tema “zombie” atau “post-mortem art” untuk menonjolkan kesan surealis dan menyeramkan. Namun, tidak sedikit pula yang menentang ide ini karena dianggap tidak menghormati tubuh manusia dan berpotensi menyinggung nilai-nilai budaya atau keagamaan tertentu.
Terlepas dari kontroversinya, seni roti potongan tubuh manusia membuktikan bahwa dunia kuliner tidak hanya soal rasa, tetapi juga media ekspresi emosional dan intelektual.
Ia menunjukkan bahwa bahan sederhana seperti tepung dan gula dapat berubah menjadi sarana untuk mengungkapkan pandangan filosofis tentang hidup dan mati.
Bagi sebagian orang, seni ini adalah pengingat bahwa tubuh hanyalah wadah sementara, sementara bagi senimannya, karya ini adalah cara untuk menantang persepsi kita tentang keindahan, rasa jijik, dan moralitas dalam seni.
Pada akhirnya, seni roti berbentuk potongan tubuh manusia adalah refleksi ekstrem dari kreativitas tanpa batas. Ia menimbulkan reaksi kuat karena memadukan dua hal yang sangat bertolak belakang, makanan yang seharusnya menggugah selera dan visual tubuh manusia yang hancur.
Namun justru di situlah letak kekuatannya: ia membuat orang berhenti, berpikir, dan merasakan sesuatu yang tidak biasa.
Dalam dunia seni modern, keberanian untuk menggugah emosi dan menantang batas persepsi adalah hal yang membuat karya semacam ini begitu berharga dan tak terlupakan.
Potongan Tubuh Manusia Dijual di Jepang Lalu Dimakan, Menyeramkan Juga Nih
Reviewed by Pendulum Dunia
on
12/21/2012 10:13:00 PM
Rating:
Reviewed by Pendulum Dunia
on
12/21/2012 10:13:00 PM
Rating:

