Bunuh Diri Karena Menonton Kartun Naruto, Kok Bisa Pendek Pemikiran Gitu?

Anak ini bunuh diri karena menonton kartun Naruto, bunuh diri memang kelainan gangguan jiwa yang akut apalagi bunuh kiri karena menonton kartun naruto, namun jangan salah sahabat, karena jika seseorang tidak bisa lagi membedakan mana yang nyata dan tidak nyata hal ini mungkin saja terjadi.

Bunuh Diri Karena Menonton Kartun Naruto

Seperti yang dialami bocah 14 tahun dari Rusia ini. Seorang anak laki-laki yang baru berumur 14 tahun melompat dari sebuah gedung apartemen di kota Chaikovsky, Rusia, setelah mengetahui karakter anime favoritnya tewas dalam cerita tersebut.

Kartu atau anime yang dia nonton adalah Naruto. Dan karakter favoritnya adalah Itachi Uchiha. Polisi mengatakan Leonid Hmelev tewas seketika karena terjun dari ketinggian lebih dari 30 meter. Fans film kartun Naruto tentu tahu kalau Itachi tewas setelah bertarung mati-matian dengan adiknya sendiri, yang bernama Sasuke, dalam serial anime Naruto tersebut.

Rupanya Leonid "hancur" hatinya setelah melihat kematian Itachi. Dia meninggalkan rumah setelah posting sebuah pesan pendek di situs jejaring sosial yang mengatakan bahwa ia juga telah merencanakan sebuah akhir cerita hidup nya.

Kedua orang tuanya khawatir setelah anak mereka tidak pulang ke rumah dan pencarian pun dilakukan bersama-sama dengan para tetangga. Setelah hilang selama dua hari, mereka mendengar berita mengejutkan tentang seorang anak laki-laki yang melompatbunuh diri tak jauh dari tempat tinggal mereka.

Ternyata apa yang mereka takutkan benar adanya. Tubuh sang remaja diidentifikasi oleh ayahnya, Ivan. Dia berkata, "Saya selalu mengatakan bahwa dia menghabiskan waktu terlalu banyak menonton TV, dia tidak tahu apa yang nyata dan apa yang fiksi lagi."

Berita menyedihkan ini adalah sebuah peringatan kepada para orang tua untuk memperhatikan apa yang anak anda baca dan tonton. Beritahu mereka bahwa kartun atau anime dan manga adalah cerita-cerita fiksi yang merupakan bentuk suatu hiburan dan mungkin hanya bisa memberikan sedikit pelajaran tentang kehidupan, bukan kenyataan.

Kasus orang yang bunuh diri karena film kartun kesayangan mungkin terdengar tidak masuk akal, namun kenyataannya pernah terjadi di berbagai belahan dunia.

Emosi manusia terhadap karakter fiksi, terutama yang telah menemani masa kecil atau menjadi sumber pelarian dari realitas, bisa sangat dalam.

Ketika sebuah serial kartun berakhir tragis, karakter favorit mati, atau film tersebut dilarang tayang, beberapa orang dengan kondisi mental yang rapuh bisa merasakan kehilangan luar biasa hingga memicu tindakan nekat seperti bunuh diri.

Salah satu contoh yang sering dibicarakan adalah kasus penggemar kartun Jepang atau anime. Di Jepang, beberapa penggemar anime mengalami depresi berat setelah karakter favorit mereka tewas dalam cerita.

Misalnya, setelah tayangnya episode tragis dalam anime populer, forum daring Jepang pernah dibanjiri pesan-pesan dari penggemar yang menyatakan keputusasaan.

Dalam beberapa kasus ekstrem, dilaporkan ada penggemar yang benar-benar mengakhiri hidupnya karena tidak sanggup menerima akhir cerita tersebut. Fenomena ini menunjukkan betapa kuatnya ikatan emosional antara penggemar dan dunia fiksi yang mereka cintai.

Kasus lain terjadi di Amerika Serikat, di mana seorang remaja ditemukan meninggal setelah serial kartun kesukaannya dibatalkan secara mendadak. Menurut kesaksian teman-temannya, remaja itu sangat terobsesi dengan tokoh utama di kartun tersebut yang digambarkan sebagai sahabat ideal.

Ketika acara itu berhenti tayang, ia merasa kehilangan satu-satunya hal yang membuatnya bahagia. Kondisi mental yang sebelumnya sudah rapuh membuatnya semakin tenggelam dalam kesedihan, hingga akhirnya memilih bunuh diri.

Fenomena semacam ini juga memperlihatkan bagaimana media dan hiburan modern dapat memengaruhi psikologis seseorang secara mendalam. Film kartun bukan hanya tontonan ringan, bagi sebagian orang, ia bisa menjadi bentuk pelarian dari kehidupan nyata yang penuh tekanan.

Karakter fiksi sering kali berfungsi sebagai teman imajiner, sumber inspirasi, bahkan tempat bergantung secara emosional. Ketika hubungan tersebut “diputus” oleh akhir cerita atau keputusan produksi, individu yang tidak memiliki dukungan emosional lain dapat mengalami kehancuran psikologis.

Kasus-kasus ini sering menjadi pelajaran bagi orang tua, guru, dan masyarakat luas tentang pentingnya kesehatan mental, terutama pada anak muda yang sangat mudah terpengaruh oleh media.

Dunia fiksi memang bisa memberi hiburan dan pelajaran hidup, tetapi ketika seseorang mulai menggantungkan makna hidupnya pada sesuatu yang tidak nyata, itu menjadi tanda bahaya.

Dukungan sosial, komunikasi terbuka, dan pemahaman tentang perbedaan antara dunia nyata dan dunia fiksi menjadi kunci pencegahan agar tragedi seperti ini tidak terulang.

Pada akhirnya, kisah orang yang bunuh diri karena film kartun kesayangan bukan hanya tentang tontonan itu sendiri, melainkan tentang kondisi batin manusia yang merasa kesepian, kehilangan arah, dan mencari makna hidup di tempat yang salah.

Film atau karakter mungkin hanya pemicu, namun akar permasalahannya sering kali lebih dalam, yaitu rasa hampa dan keputusasaan yang tidak pernah tertangani dengan baik.
Bunuh Diri Karena Menonton Kartun Naruto, Kok Bisa Pendek Pemikiran Gitu? Bunuh Diri Karena Menonton Kartun Naruto, Kok Bisa Pendek Pemikiran Gitu? Reviewed by Pendulum Dunia on 5/24/2013 12:15:00 AM Rating: 5